LATAR BELAKANG
Seorang
pengusaha bernama Tamrin Kusno asal Jakarta terlibat kasus dengan Pengelola
kawasan Pertokoan di Surabaya yaitu PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP). Pada awalnya kedua belah pihak
membuat perjanjian “sewa menyewa
ruangan” dengan jumlah sewa yang sudah ditentukan dan disetujukan akan tetapi dari salah satu pihak tidak bisa menepati atau mengabaikan perjanjian
tersebut, alhasil dari pihak lain menutup paksa dan menuntut pihak yang terkait ke Pengadilan Tinggi Negri Surabaya. Kasus ini
termasuk kedalam Hukum Perikatan. Hukum perikatan yang terdapat dalam
undang-undang hukum perdata merupakan hukum yan bersifat khusus dalam melakukan
perjanjian dan perbuatan hukum yang bersifat ekonomis atau perbuatan hukum yang
dapat dinilai dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum. Dalam kegiatan
ekonomi terdapat upaya untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Namun harus
berdasarkan peraturan dan norma yang terdapat dalam undang-undang yang berlaku
maupun hukum dan perjanjian yang berlaku.
CONTOH KASUS
Pada permulaan PT Surabaya
Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola
merasa kesulitan untuk memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya
adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di
pusat kota Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima
ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di
Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan
ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan
rumah tangga dengan nama Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin
menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa
Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan
ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut
dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya
pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling
lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari
untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan
Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal
8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara
keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata
tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas,
sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya.
Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah
membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda
pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali
di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya.
Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum
pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991,
Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT
SDP. Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang
ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak
membayarnya. Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan
itu.
Pihak pengelola SDP
menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat
Tarmi di Pengadilan Negeri Surabaya.
ANALISIS
DARI CONTOH KASUS PELANGGARAN HUKUM PERIKATAN
Kasuspada PT Surabaya Delta Plaza
(PT SDP) inimengenaisewa menyewa tempat untuk pertokoan yang pada awalnya pihak
PT SDP kesulitan untuk memasarkan tempatnya kemudian dia mengajak para pedagang
untuk meramaikan komplek pertokoan di pusat kota surabaya itu. Salah seorang
pedagang yang menerima ajakan PT Surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang
tinggal di Sunter-Jakarta. Menerima “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan
Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa,
service charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa
ruangan. Tarmin berjanji bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP.
Akan tetapi perjanjian antara keduanya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan dari pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya. Akibatnya, pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
Akan tetapi perjanjian antara keduanya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan dari pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya. Akibatnya, pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
PENYELESAIAN
Dengan menggugat Tarmin ke
Pengadilan Negeri Surabaya dan menutup COMBI Furniture secara terpaksa adalah
hal yang benar, karena perjanjian itu harus & wajib ditepati oleh kedua
belah pihak, dan sewa tempat pertokoan harus dibayarkan sepenuhnya, karena
semua sudah ada aturannya dan sudah ada asas-asasnya. Adapun Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak
terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu
perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas
konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Di dalam
pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH
Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa
keduabelah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Dan perjanjian di hadapan Akta Notaris itu bukanlah
hal yang harusnya di sepelekan atau bahkan berpikiran sekedar formalitas,
karena sudah perjanjian tertulis yang sah di mata hukum Negara kita. Hal yang
menjadi kewajiban Pak Tarmin haruslah dibayarkan dengan sepenuhnya.
TUJUAN
Dari kasus di atas, PT.
Surabaya Delta Plaza ingin mendapatkan kembali haknya yang sudah diperjanjikan
yaitu mendapatkan bayaran atas sewa dari Tarmin dikarenakan perjanjian yang
sudah disetujukan tidak diperdulikan lagi oleh Tarmin. Dari pernyataan tersebut
PT. Surabaya Delta Plaza ingin diselesaikan di tempat yang pantas yaitu di
Pengadilan Negeri agar kasus tersebut dapat diselesaikan sesuai Undang-undang
dan hukum yang berlaku.
Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
· Mengikatkan
diri Kata Sepakat atau mengiyakan antara kedua pihak
· Adanya
kecakapan untuk membuat Suatu Perjanjian
· Mengenai
suatu hal tertentu : yang dijanjikan harus jelas dan terinci
· Suatu
sebab yang halal : perjanjian memiliki tujuan yang diperbolejkan oleh
Undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.
Referensi :
Nama Kelompok :
Diki Firmansyah 22213451
Dwita Fhadillah 22213729
Eka Tara Dila 22213820
Elvian Septiaji 22213886
Kelas : 2EB06